Kencing Berdiri, Dilarang?

243

Oleh Ust. Abdullah Al-Jirani

Kencing dalam keadaan berdiri hukumnya boleh. Dan ini merupakan pendapat dari jumhur ulama’ ( mayoritas para ulama’ ). Ada beberapa hadits yang menunjukkan akan hal ini, diantaranya : hadits Hudzaifah bin Al-Yaman – rodhiallohu ‘anhu – beliau berkata :

أتى النبي صلى الله عليه وسلم سباطة قوم فبال قائما ثم دعا بماء فجئته بماء فتوضأ

“Nabi – shollallahu ‘alaihi wa sallam – mendatangi subathoh ( tempat pembuangan sampah/kotoran ) suatu kaum kemudian kencing dalam keadaan berdiri. Lalu beliau meminta air, maka aku membawakan air untuk beliau kemudian beliau berwudhu’ ( dengan air tersebut ).” [ HR. Al-Bukhori : 222 ].

Al-Imam Ibnu Baththol Abul Hasan Ali bin Kholaf bin Abdul Malik – rohimahullah – ( wafat : 449 H ) berkata :

فى نص الحديث جواز البول قائمًا، وأما البول قاعدًا فمن دليل الحديث، لأنه إذا جاز البول قائمًا فقاعدًا أجوز، لأنه أمكن. واختلف العلماء فى البول قائمًا، فروى عن عمر بن الخطاب، وعلى بن أبى طالب، وزيد بن ثابت، وابن عمر، وسهل بن سعد، وأنس بن مالك، وأبى هريرة، وسعد بن عبادة: أنهم بالوا قيامًا. وروى مثله عن ابن المسيب، وابن سيرين، وعروة بن الزبير

“Dalam teks hadits terdapat dalil akan bolehnya kencing dalam keadaan berdiri. Adapun kencing dalam keadaan duduk, maka pendalilannya juga dari hadits tersebut. Karena sesungguhnya jika kencing dalam kondisi berdiri saja boleh, maka dalam kondisi duduk lebih boleh lagi. Karena lebih memungkinkan. Para ulama’ berselisih pendapat tentang hukum kencing dalam keadaan berdiri. Telah diriwayatkan dari Umar bin Al-Khoththob, Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Tsabit, Ibnu Umar, Sahl bin Sa’ad, Anas bin Malik, Abu Huroiroh, dan Sa’ad bin Ubadah sesungguhnya mereka semua kencing dalam kondisi berdiri. Dan diriwayatkan semisal ini dari Ibnul Musayyib, Ibnu Sirin, dan Urwah bin Az-Zubair.” [ Syarh Shohih Al-Bukhori : 1/334 ].

Simak juga  Fokuslah Berbuat Baik

Adapun kencing dalam keadaan duduk juga diperbolehkan. Hal ini berdasarkan  hadits yang diriwayatkan dari Abdurrohman bin Hasanah – rodhiallohu ‘anhu – beliau berkata :

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَفِي يَدِهِ الدَّرَقَةُ، فَوَضَعَهَا ثُمَّ جَلَسَ، فَبَالَ إِلَيْهَا، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: انْظُرُوا إِلَيْهِ، يَبُولُ كَمَا تَبُولُ الْمَرْأَةُ، فَسَمِعَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ «وَيْحَكَ أَمَا عَلِمْتَ مَا أَصَابَ صَاحِبَ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانُوا إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَوْلُ قَرَضُوهُ بِالْمَقَارِيضِ، فَنَهَاهُمْ عَنْ ذَلِكَ، فَعُذِّبَ فِي قَبْرِهِ»

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui kami sedang di tangannya memegang perisai dari kulit. Beliau meletakkan perisai tersebut kemudian jongkok seraya kencing menghadap ke arahnya. Sebagian sahabat lalu berkata; “Lihatlah, beliau kencing sebagaimana seorang wanita kencing! ” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar perkataan tersebut hingga beliau bersabda: “Celaka kamu! Tidakkah engkau tahu bagaimana orang-orang bani Isra`il, jika pakaian mereka terkena kencing mereka memotongnya dengan gunting. Mereka dilarang dan disiksa dalam kubur.” [ HR. Abu Dawud : 22, An-Nasai : 30, Ibnu Majah : 346 dan selain mereka dan haditsnya dishohihkan oleh asy-syaikh Al-Albani – rohimahullah – ].

Sisi pendalilan dari hadits di atas, sesungguhnya Rosulullah – shollallahu ‘alaihi wa sallam – kencing dalam keadaan duduk. Kemudian ada yang mengejek beliau – mungkin karena tidak tahu/sedikitnya ilmu -. Kemudian beliau membantah ejekan tersebut. Hal ini menjadi bukti, bahwa kencing dalam keadaan duduk merupakan perkara yang diperbolehkan karena dilakukan oleh Rosulullah –shollallahu ‘alaihi wa sallam -.

Al-Imam An-Nawawi – rohimahullah – berkata :

قال ابن المنذر البول جالسا أحب إلى وقائما مناح وكل ذلك ثابت عن رسول الله

“Ibnul Mundzir – rohimahullah – berkata : kencing dalam keadaan duduk lebih aku sukai. Dan dalam keadaan berdiri hukumnya mubah ( boleh ). Semua itu telah tsabit ( shohih ) dari Rosulullah – shollallahu ‘alaihi wa sallam -.” [ Syarh Shohih Muslim : 12/187 ].

Simak juga  100 Nama Tabiin dan Tabiiyat yang Telah Ditulis Kisah Hidupnya

Kemudian, perlu kami sampaikan juga bahwa masalah posisi kencing pada asalnya termasuk perkara adat/dunia dan bukan perkara termasuk perkara ibadah. Secara kaidah, asal perkara adat hukumnya boleh terkecuali ada dalil yang melarang.

Adapun penyataan sebagian orang bahwa Rosulullah – shollallahu ‘alaihi wa sallam – telah melarang kencing dalam keadaan berdiri, mereka berdalil dengan beberapa dalil, diantaranya :

[1]. Hadits Aisyah –rodhiallohu ‘anha – beliau berkata :

مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ قَائِمًا فَلاَ تُصَدِّقُوهُ، مَا كَانَ يَبُولُ إِلاَّ قَاعِدًا.

“Siapa yang menceritakan kepada kalian sesungguhnya Rosulullah – shollallahu ‘alaihi wa sallam – kencing dalam keadaan berdiri, maka janganlah kalian membenarkannya ! beliau tidak pernah kencing kecuali dalam keadaan duduk.” [ HR. Dawud : 1618, An-Nasa’i : 29, Ibnu Majah : 307 dan dishohihkan oleh asy-syaikh Al-Albani – rohimahullah – ].

Tanggapan :

Hadits di atas shohih. Akan tetapi apa yang dinyatakan oleh Aisyah – rodhiallohu ‘anha – bahwa Rosulullah – tidak pernah kencing dalam keadaan berdiri, itu sesuai dengan pengetahuan beliau. Dan itulah yang beliau ketahui. Akan tetapi telah diriwayatkan dari sahabat yang lain yaitu Hudzaifah bin Al-Yaman bahwa beliau –shollallahu ‘alaihi wa sallam – pernah kencing dalam keadaan berdiri.

Dalam kondisi seperti ini berlaku kaidah : almutsbit muqaddamun ‘ala an-nafi ( orang yang menetapkan lebih didahulukan dari orang yang meniadakan ). Karena seorang yang menetapkan suatu perkara, dia memiliki suatu ilmu/pengetahuan yang tidak dimiliki atau tidak diketahui oleh orang yang meniadakan. Sehingga penetapan Hudzaifah bahwa nabi pernah kencing berdiri lebih didahulukan dari peniadaan Aisyah.

Terlebih, kencingnya Rosulullah – shollallahu ‘alaihi wa sallam – dalam keadaan berdiri terjadi di luar ketika beliau bersama para sahabat. Sehingga wajar jika Aisyah tidak mengetahuinya.

Simak juga  Sebab-Sebab Turunnya Keberkahan

[2]. Hadits Umar bin Al-Khathtab – rodhiallohu ‘anhu – beliau berkata :

رَآنِي رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَأَنَا أَبُولُ قَائِمًا، فَقَالَ: “يَا عُمَرُ، لَا تَبُلْ قَائِمًا” فَمَا بُلْتُ قَائِمًا بَعْدُ

“Rosulullah – shollallahu ‘alaihi wa sallam – melihat aku dalam keadaan aku sedang kencing dalam keadaan berdiri. Maka beliau berkata : “Wahai Umar ! janganlah kamu kencing dalam keadaan beridri !. Setelah itu, aku tidak pernah kencing dalam keadaan beridri.” [ HR. Ibnu Majah : 308 ]

Tanggapan :

Hadits di atas dhoif ( lemah ) karena dalam sanadnya terdapat seorang rowi dhoif  yang bernama : Abu Umayah Abdul Karim bin Abil Makhoriq.  Karena dhoif, maka tidak bisa dipakai untuk berhujjah.

[3]. Hadits Jabir – rodhiallohu ‘anhu – :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَنْ يَبُولَ قَائِمًا

“Rosulullah – shollallahu ‘alaihi wa sallam – melarang dari kencing dalam keadaan berdiri.” [ HR. Ibnu Majah : 307 ].

Tanggapan :

Hadits di atas dhoif jiddan ( lemah sekali ). Karena dalam sanadnya terdapat seorang rowi yang bernama : ‘Adi bin Al-Fadhl At-Tamimi Al-Bashri : matruk ( ditinggalkan haditsnya ).

Oleh karena itu,  Al-Imam Ibnul Qoyyim – rohimahullah – berkata :

لم يثبت عن النبي – صلى الله عليه و سلم –

“Tidak ada satupun hadits yang shohih dari nabi – shollallahu ‘alaihi wa sallam – ( dalam larangan kencing dalam keadaan berdiri.”

Catatan :

Walaupun kencing dalam kondisi berdiri hukumnya boleh, akan tetapi jika kita teliti dari ucapan Aisyah – rodhiallohu ‘anha – yang meniadakan bahwa nabi – shollallahu ‘alaihi wa sallam – pernah kencing dalam kondisi berdiri terdapat faidah bahwa kebanyakan beliau kencing dalam keadaan duduk ( jongkok ). Wallohu a’lam bish-showab.

 

sumber : blog Ust. Abdullah Al-Jirani

Comments

comments