oleh Ust Anshari Taslim
Masalah penggabungan niat itu dibahas cukup panjang oleh para ulama dan ada beberapa rincian yang disepakati ada pula yg diperselisihkan.
Tapi jumhur menganggap jika suatu ibadah sama-sama sunnah, tapi yg satunya termaksud eksklusif dan satunya lagi bersifat umum maka yang umum bisa di-include-kan ke dalam yg eksklusif itu.
Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam qawa’id yaitu qaidah ke delapan belas mengatakan:
إذَا اجْتَمَعَتْ عِبَادَتَانِ مِنْ جِنْسٍ فِي وَقْتٍ وَاحِدٍ لَيْسَتْ إحْدَاهُمَا مَفْعُولَةً عَلَى جِهَةِ الْقَضَاءِ وَلَا عَلَى طَرِيقِ التَّبَعِيَّةِ لِلْأُخْرَى فِي الْوَقْتِ تَدَاخَلَتْ أَفْعَالُهُمَا، وَاكْتَفَى فِيهِمَا بِفِعْلٍ وَاحِدٍ
“Jika terkumpul dua ibadah sama jenis di waktu yang sama dan salah satunya bukan dikerjakan karena qadha bukan pula karena mengikuti ibadah yang satunya lagi di waktu itu maka pengerjaannya bisa saling masuk sehingga cukuplah mengerjakan salah satunya saja.”
Contoh yang biasa mereka utarakan adalah shalat tahiyyatul masjid, bisa di-include dengan shalat qabliyyah, karena perintah tahiyyatul masjid itu sudah terhasil dgn adanya shalat apapun baik yg sunnah maupun yg wajib.
Nah bagaimana dgn puasa Senin dan Kamis?
Kalau kita baca haditsnya maka sama saja, puasa pada hari Senin dan Kamis itu mirip dengan tahiyyatul masjid, karena dari redaksi hadits ttg puasa Senin dan Kamis adalah karena Rasulullah ingin ketika amal diangkat beliau sedang puasa. Nah itu sudah terhasil bila diniatkan puasa Syawwal, atau puasa Arafah, atau puasa apapun karena yg penting puasa. Mirip sekali dgn tahiyyatul masjid. Metode ini dalam ilmu fiqh disebut asybah wan nazha`ir.
Ayo kita lihat redaksi hadits puasa Senin dan Kamis:
ذَانِكَ يَوْمَانِ تُعْرَضُ فِيهِمَا الْأَعْمَالُ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Itu adalah dua hari di mana amal disodorkan kepada Tuhan semesta alam, maka aku senang sekali kalau pada saat amalku disodorkan aku dalam keadaan puasa.”
Nah jelas dalam hadits ini yang penting puasa. Mirip sekali dgn tahiyyatul masjid.
Contoh lain adalah mandi hari Jum’at dengan mandi junub yang menurut mayoritas ulama bila orang junub mau pergi shalat Jum’at maka cukuplah dia sekali mandi sekaligus untuk mandi Jum’at baik bagi yg mewajibkannya seperti madzhab Hanbali maupun yang menyunnahkannya seperti jumhur.
Al-Mawardi mengatakan dalam Al-Hawi Al-Kabir jilid 1 hal. 375:
وصورتها في رجل أصبح يوم الجمعة جنباً فعليه غسلان واجب وهو الجنابة ومسنون وهو الجمعة فإن اغتسل لهما غسلين كان أفضل ويقدم غسل الجنابة وإن اغتسل لهما غسلاً واحداً ينويهما معاً أجزأه
“BEntuknya adalah seseorang di hari Jum’at junub maka dia punya dua mandi, yang wajib yaitu mandi junub dan sunnah yaitu mandi Jum’at. Kalau dia mandi dua kali MAKA ITU LEBIH BAIK. Tapi kalau dia mandi HANYA SATU KALI DENGAN MENIATKAN KEDUANYA maka itu sudah cukup.”
Kesimpulan:
Boleh menggabungkan puasa Syawal dengan Puasa Senin Kamis (Red)