Oleh Ust. Abdullah Al Jirani
Soal : Assalamu ‘alaikum ustadz, mohon pencerahannya : Yang betul itu satu hewan kurban untuk atas nama satu keluarga, atau satu hewan kurban itu hanya untuk atas nama pribadi yang berkurban ? Syukran atas pencerahannya.
Jawab : Wa’alaikum salam. Menurut para ulama’ Syafi’iyyah, satu hewan kurban boleh diatasnamakan satu keluarga. Dan kesunnahannya, syi’arnya serta pahalanya akan terealisasi pada mereka semua. Karena menurut mereka, hukum berkurban bersifat “sunnah kifayah” bagi satu keluarga. Imam Asy-Syafi’i –rahimahullah- (w.204 H) dalam kitab “Al-Umm” (2/243) berkata :
الأم للشافعي (2/ 243)
الضَّحَايَا سُنَّةٌ لَا أُحِبُّ تَرْكَهَا…وَلَوْ زَعَمْنَا أَنَّ الضَّحَايَا وَاجِبَةٌ مَا أَجْزَأَ أَهْلَ الْبَيْتِ أَنْ يُضَحُّوا إلَّا عَنْ كُلِّ إنْسَانٍ بِشَاةٍ أَوْ عَنْ كُلِّ سَبْعَةٍ بِجَزُورٍ وَلَكِنَّهَا لَمَّا كَانَتْ غَيْرَ فَرْضٍ كَانَ الرَّجُلُ إذَا ضَحَّى فِي بَيْتِهِ كَانَتْ قَدْ وَقَعَتْ ثَمَّ اسْمُ ضَحِيَّةٍ
“Berkurban hukumnya sunnah dan aku tidak suka meninggalkannya….seandainya kami beranggapan sesungguhnya berkurban itu wajib, maka satu keluarga tidak dianggap sah berkurban kecuali untuk setiap orang satu kambing atau untuk setiap tujuh orang dengan satu ekor onta. Akan tetapi manakala berkurban bukan wajib, maka apabila seorang berkurban di rumahnya, hal itu telah terealisasi penamaan berkurban (untuk seluruh keluarganya) di sana.”
Hal ini dijelaskan oleh Imam An-Nawawi –rahimahullah- (w.676 H) dalam kitab “Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab” (8/384) terbitan Darul Fikr beliau berkata :
المجموع شرح المهذب (8/ 384)
قَالَ أَصْحَابُنَا التَّضْحِيَةُ سُنَّةٌ عَلَى الْكِفَايَةِ فِي حَقِّ أَهْلِ الْبَيْتِ الْوَاحِدِ فَإِذَا ضَحَّى أَحَدُهُمْ حَصَّلَ سُنَّةَ التَّضْحِيَةِ فِي حَقِّهِمْ قَالَ الرَّافِعِيُّ الشَّاةُ الْوَاحِدَةُ لَا يُضَحَّى بِهَا إلَّا عَنْ وَاحِدٍ لَكِنْ إذَا ضَحَّى بِهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ تَأَتَّى الشِّعَارُ وَالسُّنَّةُ لِجَمِيعِهِمْ قَالَ وَعَلَى هَذَا حُمِلَ مَا رُوِيَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ قَالَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ) قَالَ وَكَمَا أَنَّ الْفَرْضَ يَنْقَسِمُ إلَى فَرْضِ عَيْنٍ وَفَرْضِ كِفَايَةٍ فقد ذكر الاصحاب ان التضحية كَذَلِكَ وَأَنَّ التَّضْحِيَةَ مَسْنُونَةٌ لِكُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ هَذَا كَلَامُ الرَّافِعِيِّ * وَقَدْ حَمَلَ جَمَاعَةٌ الْحَدِيثَ المذكور على الاشتراك فِي الثَّوَابِ وَمِمَّنْ ذَكَرَ هَذَا صَاحِبُ الْعُدَّةِ وَالشَّيْخُ إبْرَاهِيمُ الْمَرْوَرُوذِيُّ
“Ashabuna (para sahabat kami) berkata : Berkurban hukumnya sunnah kifayah pada hak satu keluarga. Maka apabila salah satu mereka telah berkurban, sunnah berkurban telah terwujud pada hak mereka semua. Ar-Rafi’i berkata : satu ekor kambing tidak boleh dikurbankan kecuali untuk satu orang. Akan tetapi bila salah satu dari keluarga telah berkurban dengannya, maka syiar dan sunnah (berkurban) telah terwujud pda mereka semua. Beliau (Ar-Rafi’i) berkata : kepada makna inilah apa yang diriwayatkan sesungguhnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda : “Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkurban dua ekor kambing gibas seraya berkata : “Ya Allah ! terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad”. Beliau (Ar-Rafi’i) berkata : Sebagaimana kewajiban terbagai menjadi dua, yaitu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah, maka para ashab (ulama’ syafi’iyyah) menyebutkan, sesungguhnya berkurban juga demikian. Sesungguhnya berkurban hukumnya sunnah bagi setiap satu keluarga. Ini peryataan Ar-Rafi’i. Sekelompok ulama’ (Syafi’iyyah) membawa hadits yang telah disebutkan di atas kepada makna perserikatan dalam hal pahala. Diantara yang menyebutkan hal ini, adalah pengarang Al-‘Uddah dan Syaikh Ibrahim Al-Marudzi.”
Kemudian Imam An-Nawawi –rahimahullah- menyebutkan dalil mereka dalam masalah ini sebuah atsar dari Abu Ayyub Al-Anshari –radhiallahu ‘anhu- yang dikeluarkan oleh Imam Malik bin Anas –rahimahullah- dalam “Al-Muwatho’ “ beliau berkata :
كُنَّا نُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ يَذْبَحُهَا الرَّجُلُ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ بَعْدُ فَصَارَتْ مُبَاهَاةً
“Kami berkurban dengan satu ekor kambing, yang disembelih oleh seorang untuk dirinya dan keluarganya. Setelah itu, manusia berbangga diri, maka jadilah hal itu sebagai kebanggaan.”
Riwayat di atas sanadnya shahih dan maknanya walaupun mauquf dari ucapan Abu Ayyub Al-Anshari, akan tetapi memiliki hukum marfu’ dari ucapan nabi. Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :
المجموع شرح المهذب (8/ 385-384)
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ وَالصَّحِيحُ أَنَّ هَذِهِ الصِّيغَةَ تَقْتَضِي أَنَّهُ حَدِيثٌ مَرْفُوعٌ وَقَدْ سَبَقَ إيضَاحُهَا فِي مُقَدَّمَةِ هَذَا الشَّرْحِ وَقَدْ اتَّفَقُوا عَلَى تَوْثِيقِ هؤلاء الرواة
“Hadits ini shahih. Dan yang benar, konteks riwayat ini mengandung (hukum) sesungguhnya hal itu merupakan hadits marfu’ (dari ucapan nabi). Dan penjelasan hal ini telah berlalu di pendahuluan penjelasan ini. Mereka telah sepakat akan ketsiqahan (kepercayaan) para rawi ini.”
Senada dengan hal ini, apa yang dinyatakan oleh imam Al-Khathib Asy-Syribini –rahimahullah- (w.977 H) dalam kitab “Mughni Muhtaj” (6/123) terbitan Darul Kutub Ilmiyyah cetakan tahun : 1415 H :
مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج (6/ 123)
قَالَ فِي الْعُدَّةِ: وَهِيَ سُنَّةٌ عَلَى الْكِفَايَةِ إنْ تَعَدَّدَ أَهْلُ الْبَيْتِ، فَإِذَا فَعَلَهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ كَفَى عَنْ الْجَمِيعِ
“Beliau berkata dalam “Al-‘Uddah” : Ia (berkurban) itu hukumnya sunnah kifayah jika penghuni rumah berbilang jumlahnya. Maka apabila salah satu dari penghuni rumah telah melakukannya, hal itu cukup bagi semuanya.”
Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa menambah wawasan keilmuan kita. Amin ya Rabbal ‘alamin.
sumber : Blog Ust. Abdullah Al Jirani